AGAMA dan MANUSIA
Hakekat manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa,
diciptakan dalam bentuk paling
sempurna. Manusia adalah makhluk spiritual yang akan menjalani fase-fase peristiwa kehidupan baik sebelum lahir, sekarang maupun setelah mati.
Kalimat diatas mungkin terlalu filosofis, namun sebenarnya merupakan istilah sederhana yang bisa dipahami. Spiritual merupakan aspek non fisik yang mampu memberikan kekuatan manusia untuk lebih dari sekedar hidup.
Al-Qur’an juga
mendorong manusia untuk merenungkan perihal dirinya, keajaiban penciptaannya,
serta keakuratan pembentukannya. Sebab, pengenalan manusia terhadap dirinya
dapat mengantarkannya pada ma’rifatullah, sebagaimana tersirat
dalam Surah at-Taariq [86] ayat 5-7.
فَلْيَنْظُرِ
الْإِنْسَانُ مِمَّ خُلِقَ . خُلِقَ مِنْ مَاءٍ دَافِقٍ . يَخْرُجُ مِنْ بَيْنِ
الصُّلْبِ وَالتَّرَائِبِ .
Maka, hendaklah manusia
merenungkan, dari apa ia diciptakan. Ia diciptakan dari air yang terpancar,
yang keluar dari antara tulang sulbi dan tulang dada. (Q.S. at-Taariq [86]:
5-7)
•Definisi Manusia
Ketika berbicara tentang manusia, Al-Qur’an
menggunakan tiga istilah pokok. Pertama,
menggunakan kata yang terdiri atas huruf alif, nun, dan sin, seperti kata insan, ins, naas, dan unaas. Kedua, menggunakan kata basyar. Ketiga, menggunakan kata Bani Adam dan dzurriyat Adam.
Menurut M. Quraish Shihab, kata Basyar
terambil dari akar kata yang bermakna penampakan sesuatu dengan baik dan indah. Dari akar kata yang sama lahir kata basyarah yang berarti kulit. kata
basyar dalam Al-Qur’an menunjuk pada dimensi
material manusia yang suka makan, minum, tidur, dan jalan-jalan.
Sementara itu, kata insan terambil dari kata ins yang berarti jinak, harmonis,
dan tampak. Musa Asy’arie menambahkan bahwa kata insan berasal dari tiga kata: anasa yang berarti melihat, meminta izin, dan
mengetahui; nasiya yang berarti lupa; dan al-uns yang berarti jinak. Menurut M. Quraish
Shihab, makna jinak, harmonis,
dan tampak lebih tepat daripada pendapat yang
mengatakan bahwa kata insan terambil dari kata nasiya (lupa) dan kata naasa-yanuusu (berguncang).
Menurut
Alquran:
- Asal usul manusia tidak terlepas dari figur Adam (manusia pertama).(QS.Al-Baqarah, 2; 30-33). Adam diciptakan dari unsur tanah.(QS.Al-Hijr,15; 26&28, Al-An’am, 6;2 dan Al-Mu‘minun, 23; 12). Sedangkan penciptaan manusia selanjutnya melalui proses percampuran antara laki-laki dan perempuan. (QS. Al-Mu‘minun, 23; 13-14 dan As-Sajadah, 32; 8-9).
- Konsep manusia juga dipahami melalui kata-kata yang ditemukan dalam Alquran yang menunjuk pada makna manusia, yaitu:
-“Basyar”
(37 kali), manusia sebagai basyar (makhluk biologis) tunduk pada takdir Allah sama dengan makhluk
lain,
- “Insan” (65
kali), manusia sebagai insan (makhluk psikologis),
- “An- nas” (240
kali), manusia sebagai an- nas (makhluk sosial), bertalian dengan
hembusan roh Allah yang memiliki kebebasan dalam memilih untuk tunduk atau
menentang takdir Allah. Akan Tetapi tentu saja setiap pilihan mengandung resiko
(QS. At-Thur, 52; 21).
- Di samping tubuh manusia yang memiliki potensi yang bersifat fisik. Ruh manusia juga memiliki sifat potensial berupa akal, qalb (rasa) dan nafsu. Manusia ideal adalah yg mampu menjaga fitrahnya, dan mampu mengelola potensi akal, qalb dan nafsunya secara harmonis.
Fase
Perkembangan Manusia menurut Ilmu Pengetahuan
Asal
usul manusia secara fisik tidak bisa dipisahkan dari teori tentang evolusi.
Teori
ini dikemukakan pertama kali oleh Charles Darwin pada abad ke-19.
Evolusi
manusia menurut ahli Paleontologi dapat dibagi menjadi 4 kelompok:
1.Tingkat
pra manusia (Australopithecus). Fosilnya ditemukan di
Johanesburg pada tahun 1924.
2.Tingkat
manusia kera (Pithecantropus erectus). Fosilnya
ditemukan di Solo pada tahun 1891.
3.Manusia
purba, yaitu tahap yang lebih dekat kepada manusia modern, walaupun spesisnya
masih bisa dibedakan. Fosilnya di Neander (Homo
neanderthalesis) dan di Solo (Homo
soloensis).
4.Manusia
modern Homo sapiens yang
telah pandai berpikir menggunakan otak dan nalarnya.
Penganut teori
psikoanalisis: manusia sebagai homo
volens (manusia berkeinginan).
Penganut teori
behaviorisme: manusia sebagai homo
mechanicus (manusia mesin).
Penganut teori
kognitif: manusia sebagai homo
sapiens (manusia berpikir).
Penganut teori
humanisme: manusia sebagai homo
ludens (manusia bermain), dll.
- Pengertian khalifah
Khalifah (Arab:خليفة Khalīfah) adalah gelar yang diberikan untuk pemimpin umat
Islam setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW
(570–632). Khalifah juga sering disebut
sebagai Amīr al-Mu'minīn (أمير المؤمنين) atau "pemimpin orang yang
beriman", atau "pemimpin
orang-orang mukmin", yang kadang-kadang
disingkat menjadi "amir".
Khalifah adalah wakil atau pengganti yang memegang
kekuasaan. Manusia menjadi khalifah
memegang mandat Tuhan untuk mewujudkan kemakmuran di muka bumi.
Kekuasaan yang diberikan kepada manusia bersifat kreatif, yang memungkinkang
dirinya mengolah serta mendayagunakan apa yang ada di muka bumi untuk
kepetingan hidupnya
Tujuan dan hakikat manusia sebagai khalifah
''Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: ''Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.'' Mereka berkata: ''Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?''. Tuhan berfirman: ''Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui''(Al-Baqarah:30)
Maka apakah kamu mengira,
bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main (saja),
dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami?
(QS. 23:115)
bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main (saja),
dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami?
(QS. 23:115)
Dan di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya karena mencari keridhaan
Allah; dan
Allah Maha Penyantun kepada hamba-hamba-Nya.
(QS. 2:207)
Dalam surat ayat tersebut sudah dijelaskan bahwasannya manusia dilahirkan di dunia ini untuk menjadi khalifah yang bisa memimpin untuk kemaslahatan kaum dan hanya Allah SWT lah yang tahu mana yang dapat menjadi khalifah yang baik atau bukan.
Pada hakekatnya, keberadaan manusia dalam kehidupan di dunia bertugas untuk melaksanakan tugas kekhalifahan, yaitu dengan megelola dunia ini, pengelolaan yang dilakukan sesuai dengan kehendak Allah.
Fungsi menjadi khilafah
• manusia dituntut untuk mampu menghormati proses-proses yang sedang berjalan, dan terhadap semua proses yang sedang terjadi. Yang demikian mengantarkan manusia bertanggung jawab, sehingga ia tidak melakukan perusakan, bahkan dengan kata lain, “Setiap perusakan terhadap lingkungan harus dinilai sebagai perusakan pada diri manusia sendiri.” Binatang, tumbuhan, dan benda-benda tak bernyawa semuanya diciptakan oleh Allah Swt. dan menjadi milik-Nya, serta semua memiliki ketergantungan kepada-Nya. Fungsi manusia terhadap
Allah ditegaskan dalam al-Qur'an surat adz-Dzariyat ayat 56, sebagai berikut : "Dan
tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah
kepada-Ku".
•Dalam al-Qur'an surat
al-Baqarah ayat 21, Allah memerintahkan manusia untuk beribadah, sebagai
berikut : "Hai
manusia, beribadahlah kamu kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dan
orang-orang sebelummu, agar kamu bertaqwa".
Dengan
demikian, beribadah kepada Allah yang menjadi fungsi manusia terhadap Allah
baik dalam bentuknya umum maupun dalam bentuk khusus. Ibadah dalam bentuk umum
ialah melaksanakan hidup sesuai ketentuan-ketentuan Allah, sebagaimana
diajarkan al-Qur'an dan Sunnah Rasul. Ibadah dalam pengertiam umum mencakup
segala macam perbuatan, tindakan dan sikap manusia dalam hidup sehari-hari.
Sedangkan ibadah dalam bentuk khusus (mahdhah) yaitu berbagai macam pengabdian
kepada Allah yang cara melakukannya sesuai dengan ketentuan syara'. Dalam
bidang 'aqidah, fungsi manusia terhadap Allah adalah meyakini bahwa tiada Tuhan
yang berhak disembah melainkan Allah. Bertuhan kepada selain Allah berarti
suatu penyimpangan dari fungsi manusia terhadap Allah. Bertuhan kepada Allah
adalah sesuai sifat dasar manusia yaitu sifat relegius, tetapi sifat
"hanief" yang ada pada manusia membuat manusia harus condong kepada
kebenaran yaitu mentauhidkan Allah.
by santo setiadi n jeffry anjaini
No comments:
Post a Comment