Sunday, October 7, 2012

AGAMA dan MANUSIA


AGAMA dan MANUSIA
 
Hakekat manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa, diciptakan dalam bentuk paling sempurna. Manusia adalah makhluk spiritual yang akan menjalani fase-fase peristiwa kehidupan baik sebelum lahir, sekarang maupun setelah mati.
  Kalimat diatas mungkin terlalu filosofis, namun sebenarnya merupakan istilah sederhana yang bisa dipahami. Spiritual merupakan aspek non fisik yang mampu memberikan kekuatan manusia untuk lebih dari sekedar hidup.
  Al-Qur’an juga mendorong manusia untuk merenungkan perihal dirinya, keajaiban penciptaannya, serta keakuratan pembentukannya. Sebab, pengenalan manusia terhadap dirinya dapat mengantarkannya pada ma’rifatullah, sebagaimana tersirat dalam Surah at-Taariq [86] ayat 5-7.
  فَلْيَنْظُرِ الْإِنْسَانُ مِمَّ خُلِقَ . خُلِقَ مِنْ مَاءٍ دَافِقٍ . يَخْرُجُ مِنْ بَيْنِ الصُّلْبِ وَالتَّرَائِبِ . 
 
  Maka, hendaklah manusia merenungkan, dari apa ia diciptakan. Ia diciptakan dari air yang terpancar, yang keluar dari antara tulang sulbi dan tulang dada. (Q.S. at-Taariq [86]: 5-7)
Definisi Manusia
  Ketika berbicara tentang manusia, Al-Qur’an menggunakan tiga istilah pokok. Pertama, menggunakan kata yang terdiri atas huruf alif, nun, dan sin, seperti kata insan, ins, naas, dan unaas. Kedua, menggunakan kata basyar. Ketiga, menggunakan kata Bani Adam dan dzurriyat Adam.
  Menurut M. Quraish Shihab, kata Basyar  terambil dari akar kata yang bermakna penampakan sesuatu dengan baik dan indah. Dari akar kata yang sama lahir kata basyarah yang berarti kulit. kata basyar dalam Al-Qur’an menunjuk pada dimensi material manusia yang suka makan, minum, tidur, dan jalan-jalan.
  Sementara itu, kata insan terambil dari kata ins yang berarti jinak, harmonis, dan tampak. Musa Asy’arie menambahkan bahwa kata insan berasal dari tiga kata: anasa yang berarti melihat, meminta izin, dan mengetahui; nasiya yang berarti lupa; dan al-uns yang berarti jinak. Menurut M. Quraish Shihab, makna jinak, harmonis, dan tampak lebih tepat daripada pendapat yang mengatakan bahwa kata insan terambil dari kata nasiya (lupa) dan kata naasa-yanuusu (berguncang).
 
Menurut Alquran:
  • Asal usul manusia tidak terlepas dari figur Adam (manusia pertama).(QS.Al-Baqarah, 2; 30-33). Adam diciptakan dari unsur tanah.(QS.Al-Hijr,15; 26&28, Al-An’am, 6;2 dan Al-Mu‘minun, 23; 12). Sedangkan penciptaan manusia selanjutnya melalui proses percampuran antara laki-laki dan perempuan. (QS. Al-Mu‘minun, 23; 13-14 dan As-Sajadah, 32; 8-9).
  • Konsep manusia juga dipahami melalui kata-kata yang ditemukan dalam Alquran yang menunjuk pada makna manusia, yaitu:

-“Basyar (37 kali), manusia sebagai basyar (makhluk biologis) tunduk      pada takdir Allah sama dengan makhluk lain,
                - “Insan(65 kali), manusia sebagai insan (makhluk psikologis),
                - An- nas (240 kali), manusia sebagai an- nas (makhluk sosial), bertalian dengan hembusan roh Allah yang memiliki kebebasan dalam memilih untuk tunduk atau menentang takdir Allah. Akan Tetapi tentu saja setiap pilihan mengandung resiko (QS. At-Thur, 52; 21).
  • Di samping tubuh manusia yang memiliki potensi yang bersifat fisik. Ruh manusia juga memiliki sifat potensial berupa akal, qalb (rasa) dan nafsu. Manusia ideal adalah yg mampu menjaga fitrahnya, dan mampu mengelola potensi akal, qalb dan nafsunya secara harmonis.
Fase Perkembangan Manusia menurut Ilmu Pengetahuan
Asal usul manusia secara fisik tidak bisa dipisahkan dari teori tentang evolusi.
Teori ini dikemukakan pertama kali oleh Charles Darwin pada abad ke-19.
Evolusi manusia menurut ahli Paleontologi dapat dibagi menjadi 4 kelompok:
1.Tingkat pra manusia (Australopithecus). Fosilnya ditemukan di Johanesburg pada tahun 1924.
2.Tingkat manusia kera (Pithecantropus erectus). Fosilnya ditemukan di Solo pada tahun 1891.
3.Manusia purba, yaitu tahap yang lebih dekat kepada manusia modern, walaupun spesisnya masih bisa dibedakan. Fosilnya di Neander (Homo neanderthalesis) dan di Solo (Homo soloensis).
4.Manusia modern Homo sapiens yang telah pandai berpikir menggunakan otak dan nalarnya.
   Penganut teori psikoanalisis: manusia sebagai homo volens (manusia berkeinginan).
   Penganut teori behaviorisme: manusia sebagai homo mechanicus (manusia mesin).
   Penganut teori kognitif: manusia sebagai homo sapiens (manusia berpikir).
   Penganut teori humanisme: manusia sebagai homo ludens (manusia bermain), dll. 
 

  •                  Pengertian khalifah
                Khalifah (Arab:خليفة Khalīfah) adalah gelar yang diberikan untuk pemimpin umat

Islam setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW (570–632). Khalifah juga sering disebut 

sebagai Amīr al-Mu'minīn (أمير المؤمنين) atau "pemimpin orang yang beriman", atau "pemimpin 

orang-orang mukmin", yang kadang-kadang disingkat menjadi "amir".
 
 Khalifah  adalah wakil atau pengganti yang memegang kekuasaan. Manusia menjadi khalifah  memegang mandat Tuhan untuk mewujudkan kemakmuran di muka bumi. Kekuasaan yang diberikan kepada manusia bersifat kreatif, yang memungkinkang dirinya mengolah serta mendayagunakan apa yang ada di muka bumi untuk kepetingan hidupnya 
Tujuan dan hakikat manusia sebagai khalifah
  ''Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: ''Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.'' Mereka berkata: ''Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?''. Tuhan berfirman: ''Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui''(Al-Baqarah:30)
Maka apakah kamu mengira,
bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main (saja),
dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami?
(QS. 23:115)
                        
Dan di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya karena mencari keridhaan Allah; dan Allah Maha Penyantun kepada hamba-hamba-Nya. (QS. 2:207)
 
 
Dalam surat ayat tersebut sudah dijelaskan bahwasannya manusia  dilahirkan di dunia ini untuk menjadi khalifah  yang bisa memimpin untuk kemaslahatan kaum dan hanya Allah SWT lah yang tahu mana yang dapat menjadi khalifah yang baik atau bukan. 
  Pada hakekatnya, keberadaan manusia dalam kehidupan di dunia bertugas untuk melaksanakan tugas kekhalifahan, yaitu dengan megelola dunia ini, pengelolaan yang dilakukan sesuai dengan kehendak Allah.
Fungsi menjadi khilafah
  manusia dituntut untuk mampu menghormati proses-proses yang sedang berjalan, dan terhadap semua  proses yang sedang  terjadi. Yang demikian mengantarkan manusia bertanggung jawab, sehingga  ia tidak melakukan perusakan, bahkan dengan kata lain, “Setiap perusakan terhadap lingkungan harus dinilai sebagai perusakan pada diri manusia sendiri.” Binatang, tumbuhan,  dan benda-benda  tak  bernyawa  semuanya diciptakan  oleh Allah Swt. dan menjadi milik-Nya, serta semua memiliki ketergantungan kepada-Nya. Fungsi manusia terhadap Allah ditegaskan dalam al-Qur'an surat adz-Dzariyat ayat 56, sebagai berikut : "Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku".
Dalam al-Qur'an surat al-Baqarah ayat 21, Allah memerintahkan manusia untuk beribadah, sebagai berikut : "Hai manusia, beribadahlah kamu kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dan orang-orang sebelummu, agar kamu bertaqwa". 
Dengan demikian, beribadah kepada Allah yang menjadi fungsi manusia terhadap Allah baik dalam bentuknya umum maupun dalam bentuk khusus. Ibadah dalam bentuk umum ialah melaksanakan hidup sesuai ketentuan-ketentuan Allah, sebagaimana diajarkan al-Qur'an dan Sunnah Rasul. Ibadah dalam pengertiam umum mencakup segala macam perbuatan, tindakan dan sikap manusia dalam hidup sehari-hari. Sedangkan ibadah dalam bentuk khusus (mahdhah) yaitu berbagai macam pengabdian kepada Allah yang cara melakukannya sesuai dengan ketentuan syara'. Dalam bidang 'aqidah, fungsi manusia terhadap Allah adalah meyakini bahwa tiada Tuhan yang berhak disembah melainkan Allah. Bertuhan kepada selain Allah berarti suatu penyimpangan dari fungsi manusia terhadap Allah. Bertuhan kepada Allah adalah sesuai sifat dasar manusia yaitu sifat relegius, tetapi sifat "hanief" yang ada pada manusia membuat manusia harus condong kepada kebenaran yaitu mentauhidkan Allah.  


by santo setiadi n jeffry anjaini 
 

No comments:

Post a Comment