Aku, Tuhanku, dan Aku
by : Retno Wulandari
Helaian kertas tebal, bersampul memerah, misterius, danlengkap dengan segurat
rembulan yang memendar. Menyita waktuku malam ini hinggatak memedulikan apa pun
yang tengah terjadi. Tak terassa bulir bening mengalirmembekukan tubuh. Sesak
bercampur haru menyelimuti dingin malam ini. Takberakhir juga perdebatan antara
diriku dengan diriku. Imajinasiku semakin liarmenyita waktu sambil menyentuh
karya familiar Tere Liye.
Karya ini membukakan akan kisah masa lalu seorang gadiskecil. Bukan hanya
sebagian tapi seluruhbagian hidup yang ia mengerti dan sebagian yang tak ia
mengerti. Ray memiliki 5pertanyaan hidup yang tak ia mengerti, sama halnya
dengan Rey memiliki beberapa pertanyaan hidup yang tak ia mengerti.
20tahun lebih 16 hari dia memijakkan kakinya dibumi ini dengan
beribu-ribupertanyaan. Sama seperti halya Ray.
Ketidaksingkronan antara harapan dan kenyataan terkadangmembuat manusia
membenci, mengutuk bahkan menghina takdir ini. “ Apakah ini yang namanya keadilan?
MengapaDia selalu menolak harapan kehidupan orang-orang baik? Tapi, justru
Iamengiyakan segala kehendak orang-orang yang berniat jahat?”
sedikitstatment Ray, yang tak beda jauh dengan pernyataan Rey.
Masih teringat sekali 3 tahun silam seorang Rey yangmemiliki berjuta-juta
impian emas. Sesosok gadis kecil yang memiliki sekianneuron untuk mewujudkan
semua mimpi yang mendarah daging dalam rutinitasnya.Wajar saja jika ia memiliki
beribu mimpi yang membuatnya membabi buta untukmewujudkan itu semua. Diri dan
lingkungannya yang membuat ia tak pantangmenyerh dan berambisi untuk
menciptakan kenyataan atas mimpi-mimpi itu. Sah-sah saja jika setiap
manusia memilikimimpi-mimpi terbaik dalam hidupnya, dan justru itulah yang
terbaik dalamkehidupan. Apakah Rey salah memiliki mimpi-mimpi? TIDAK sama
sekali. Karena ituadalah sebuah hak setiap individu yang terlahirr di muka bumi
ini. Lalu apayang menyebabkan itu ganjal dalam kehidupan ini. ? yang menjadi
sesuatu halyang ganjal adalah ketika dia tak mampu memposisikan diri untuk
mencapai mimpiitu.
Ray sangat membenci panti asuhan yang ia tempati selama16 tahun, karena penjaga
panti itu seing memukuli Ray dan bertindak kerasterhadapnya. Hingga akhirnya ia
meninggalkan panti asuhan itu dengan kebencianyang tak terhingga. Sedangkan Rey
membenci orang-orang yang menghina dirinyadan keluarganya karena kekurangan
ekonomi yang ia miliki. Penghinaan ini yangmemaksanya untuk membenci segala hal
yang membuat ia rendah dimata dunia ini.
Ray mulai memiliki kenyamanan setelah ia meninggalkanpanti asuhan yang dia
kutuk itu. Meskipun hanya beratapkan langit kelam dengansedikit pijaran lampu
kota yang redup. Namun ia tentram apalagi jika rembulantersenyum memerah di
malam ini. Kenyamanan itu hadir lebih saat ia mulaimengenal dunia perjudian.
Kemenangan itu membuat nya bermbisi untuk melakukanhal itu tiap malam. Bahkan
dalam ribuan detik hanya malam yang ia harapkan. Namun,sekejap malam menikam
dan membuat dadanya terasa sesak saat kebeuntungan takmemihak padanya. Yah...
bahwa malam tak berpihak padanya. Dia kalah dalmperjudian.
Dari sudut ini, Rey memiliki sedikit kenyataan hidup yanghampir sama. Namun,
berbeda konteks. Rey terlahir dengan berjuta-juta targetdalam kehidupannya. Dia
nyaman dengan angka 1 yang hadir setiap akhir semester.Karena itulah titik
nyaman dia menjalani hidup dibangku sekolah. Tapi apakahitu sudah cukup?
Mungkin belum. Namun, kembali lagi sepeerti Ray yang hampirbosan atas
kehidupannya. Rey yang selalu membiarkan angan-angannya terbangbersama
upaya-upaya yang ia lakukan. Namun terhentikan seketika, dia harus
mengurungdiri disudut kama kecil. Karena mimpi nya diakhir masa SMP tak menjadi
hadiahterakhir mengakhiri masa-masa itu.
Ray dalam cerita dan Rey dalam dunia nyata sama-samaprotes terhadap
kehendak-Nya. Lagi-lagi mengeluh pada kenyataan. “ Apakah ini yang namanya keadilan?
MengapaDia selalu menolak harapan kehidupan orang-orang baik? Tapi, justru
Iamengiyakan segala kehendak orang-orang yang berniat jahat?”.
Banyak harapan, mimpi dan asa Rey yang tak menjadikenyataan. Diantaranya,
kegagalan untuk mendaftarkan diri di SMA harapan dia. Kegagalanuntuk
mempertahankan angka sau pada akhir semster. Kegagalannya untukmendapatkan
beasiswa bangku kuliah dengan program study yang ia harapkan “Sastra Inggris”
ya itulah mimpinya. Karena ia memiliki mimpi untuk merantau kenegara sebrang.
Kegagalan-kegagalan yang lain yang ia alami.
Ya lagi-lagi ia harus terdiam dan membenci dirinyasendiri. Konflik antara Rey
dan hati Raytak bisa terpungkiri. Dia memiliki beribu alasan untuk
menyalahkan takdirTuhan. Fikirnya saat itu. “ Apakah
iniyang namanya keadilan? Mengapa Dia selalu menolak harapan kehidupan
orang-orangbaik? Tapi, justru Ia mengiyakan segala kehendak orang-orang yang
berniat jahat?”
Ray pernah berfikir dan pernah melakukan hal buruk dalamhidupnya sebagai
ungkapan pelampiasan atas takdir hidupnya. Namun Rey memilihdiam dan menangis
tertegun untuk membebaskannya dari kekecewaan itu.
Wajar saja Ray berlarut dalam kecewa itu bahkan membuatia tak mampu menerima
dirinya. Karena ia hanya memiliki satu rembulan yangmampu menyenangkan hatinya.
Berbeda dengan Rey dia memiliki sekian banyakrembulan untuk memantulkan cahaya
itu. Maka, sudah seharusnya ia bersyukur akanhal itu.
Ray tak pernah menerima kehadiran dirinya dalam dimensiwaktu. Ia hanya
menyalahkan, mengutuk dan membenci langit. Bahkan ia tersadarsaat 5 hari
sebelum hari terakhir pembekalan untuk menuju perjalanan panjang.
Syukurlah Rey tak senasib dengan Ray. Lewat tangan-tanganciptaan-Nya Rey mulai
tersadar meskipun terkadang dia lengah. Lewat amanah yangIa berikan untuk
menjadi pemimpin maka Rey dipertemukan dengan sosok-sosokhamba-Nya yang
bijaksana. Keikhlasan, keyakinan, dan ekspresi diri terhadapTuhan Ia ajarkan.
Ia ajarkan untuk tertunduk di 1/3 malam. 1/3 malam menjaditempat berkeluhnya.
Sampai, akhirnya Rey mampu terlelap jauh menggapai mimpihingg saat ini meski belum
seluruhnya.
“ Belajarlah untuk memataskan diri dan berdamai dengandirimu sendiri, maka akan
kau capai ketentraman itu” sebuah
inti Kata-kata yang trucap dari sosok yang tak dekat Rey kenal. Namun Rey
mengetahui dan mengenalnya.Kata-kata itu tak bisa Rey artikan dalam sekjap.
Meskipun sosok orang itu telah mengartikan dan menjelaskan dengn seribbu
bahasa. Namun Rey hanya mengangguk seolah Rey menegrti padahal sedikit pun Rey
belum mengerti. Lewat tulisan “RembulanTenggelam di wajahmu” disertai bukti-bukti
nyata akan kehidupan yang telah berlalu, Rey pun memahami hakikat“Memantaskan
Diri dan Berdamai dengan Diri”. Saatitulah,
Rey memualai melunakkan diri untuk membuka akan hidup ini.
Malang, 23 Maret 2014
No comments:
Post a Comment