BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Indonesia memiliki kekayaan alam yang banyak dan
beraneka ragam. Luas perairan laut Indonesia diperkirakan sebesar 5,8 juta km2,
panjang garis pantai ± 95,181 km, dan gugusan pulau-pulau sebanyak 17.480
pulau. Kekayaan Indonesia berupa sumberdaya perikanan yang sangat luas menjadi
modal dasar dalam pembangunan nasional sekaligus memiliki potensi yang sangat
besar bagi pembangunan kelautan dan perikanan (Sudirman dan Karim, 2008).
Pembangunan Perikanan Budidaya adalah mewujudkan
perikanan budidaya sebagai salah satu sumber pertumbuhan ekonomi andalan yang
diwujudkan melalui system usaha budidaya yang berdaya saing, berkelanjutan dan
berkeadilan. Sektor perikanan sebagai bagian dari sumberdaya perairan merupakan
penghasil protein hewani dalam hal ini adalah daging ikan, yang berperan
penting dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat akan protein (Minggawati,
2006).
Ikan Mas merupakan salah satu jenis ikan air tawar
yang memiliki prospek yang cerah untuk dibudidayakan. Ikan Mas merupakan salah
satu jenis ikan air tawar yang memiliki nilai ekonomis tinggi. Selain itu ikan
mas merupakan salah satu komoditi unggulan perikanan tawar karena sebagian
besar masyarakat Indonesia menggemari ikan mas (Adliah, 2011). Usaha pembenihan
ikan mas hingga saat ini telah berkembang pesat, sejalan dengan pertumbuhan
penduduk. Salah satu mata rantai usaha budidaya ikan adalah tersedianya benih
yang mencukupi baik kuantitas maupun kualitas. Walaupun usaha pembenihan ikan
khususnya ikan mas telah lama dilakukan, tetapi kebutuhan benih hingga saat ini
masih belum mencukupi.
Menurut Kelabora (2010), salah satu kendala dalam
usaha pembenihan yaitu tingkat kelangsungan hidup yang rendah dan pertumbuhan
ikan yang relative lambat. Diperkirakan hanya sekitar 30–40% kelangsungan hidup
larva ikan mas dapat dicapai setiap satu ekor induk yang dipijahkan. Kondisi
ini salah satunya disebabkan oleh adanya perubahan suhu atau tidak stabilnya
suhu, sehingga larva ikan menjadi stress dan mati. Selain itu, tidak stabilnya
suhu juga mengakibatkan pertumbuhan larva ikan menjadi lambat. Hal ini
disebabkan suhu sangat berpengaruh terhadap proses metabolisme dan proses
metabolisme akan berpengaruh terhadap pertumbuhan ikan.
Perbedaan suhu air media dengan tubuh ikan akan
menimbulkan gangguan metabolisme. Kondisi ini dapat mengakibatkan sebagian
besar energy yang tersimpan dalam tubuh ikan digunakan untuk penyesuian diri
terhadap lingkungan yang kurang mendukung tersebut, sehingga dapat merusak
sistem metabolisme atau pertukaran zat. Hal ini dapat mengganggu pertumbuhan
ikan karena gangguan sistem percernaan.
Dalam rangka meningkatkan kelangsungan hidup dan
mempercepat proses pertumbuhan larva ikan mas, maka perlu dilakukan pengkajian
mengenai suhu terbaik untuk kelangsungan hidup. Makalah ini bertujuan untuk
mengetahui akibat dari adanya perubahan suhu terhadap pertumbuhan dan
kelangsung hidup larva ikan mas.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah
kelangsungan hidup dan pertumbuhan larva ikan mas ?
2. Bagaimana pengaruh
suhu terhadap kelangsungan hidup dan pertumbuhan larva ikan mas ?
3. Berapakah suhu yang
optimum untuk kelangsungan hidup larva ikan mas ?
1.3 Tujuan
1. Menjelaskan aspek
yang harus diperhatikan untuk kelangsungan hidup dan pertumbuhan larva ikan mas
2. Menjelaskan akibat
dari adanya perubahan suhu terhadap kelangsungan hidup dan pertumbuhan larva
ikan mas
3. Menjelaskan
stratifikasi suhu yang optimum dalam pemeliharaan larva ikan mas
1.4 Manfaat
1. Mengetahui aspek yang
harus diperhatikan untuk kelangsungan hidup dan pertumbuhan larva ikan mas
2. Mengetahui pengaruh
yang disebabkan oleh adanya perubahan suhu terhadap kelangsungan hidup dan
pertumbuhan larva ikan mas
3. Mengetahui
stratifikasi suhu yang optimum dalam pemeliharaan larva ikan mas
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
2.1 Klasifikasi Ikan Mas
Jenis ikan mas merupakan salah satu komoditas dari sektor perikanan yang
dapat dibudidayakan pada beberapa lahan yang memenuhi syarat tumbuhnya ikan
mas. Pembudidayaan ikan mas di Indonesia banyak ditemui di Jawa dan Sumatera
dalam bentuk empang, maupun keramba terapung yang diletakkan di danau atau
waduk besar. Habitat aslinya di alam meliputi sungai berarus tenang sampai
sedang dan di area danau yang dangkal. Perairan yang disukai tentunya yang
banyak menyediakan pakan alaminya (Adliah, 2011)
Menurut Saanin (1984), klasifikasi
ikan mas dapat dijelaskan sebagai berikut.
Filum :
Chordata
Subfilum :
Pisces
Kelas :
Teleostei
Ordo : Ostariophysi
Subordo :
Cyprinidea
Subfamili : Cyprininae
Subfamili : Cyprininae
Famili : Cyprinidae
Genus :
Cyprinus
Spesies : Cyprinus carpio Linn
Morfologi
Secara morfologi, ikan mas memiliki ciri-ciri bentuk tubuh agak
memanjang dan memipih tegak. Mulut terletak di ujung tengah dan dapat
disembulkan. Bagian anterior mulut terdapat dua pasang sungut berukuran pendek.
Hampir seluruh tubuh ikan mas ditutupi sisik dan hanya sebagian kecil tidak
ditutupi sisik. Sisik ikan mas berukuran relatif besar dan digolongkan ke dalam
tipe sisik sikloid dengan warna yang sangat beragam (Rochdianto 2005 dalam Mones 2008).
Ikan mas merupakan ikan air tawar yang memiliki sifat tenang, suka
menempati perairan yang tidak terlalu bergolak dan senang bersembunyi di
kedalaman. Ikan mas termasuk omnivora, biasanya memakan plankton. Larva ikan
mas memakan invertebrata air seperti rotifer, copepoda dan kutu air. Kebiasaan
makan ikan mas berubah-ubah dari hewan pemakan plankton menjadi pemakan dasar.
Ikan mas yang sedang tumbuh memakan organisme bentik dan sedimen organik. Ikan
mas jantan akan matang gonad pada umur dua tahun dan ikan mas betina pada umur
tiga tahun. Ikan mas akan memijah pada suhu lingkungan berkisar antara 18-20 °C
( Ikenoue,1982 dalam Ariaty, 1991).
2.2 Kualitas Air untuk Pembesaran Ikan
Kualitas lingkungan perairan adalah suatu
kelayakan lingkungan perairan untuk menunjang kehidupan dan pertumbuhan organisme
air yang nilainya dinyatakan dalam suatu kisaran tertentu. Sementara itu,
perairan ideal adalah perairan yang dapat mendukung kehidupan organisme dalam
menyelesaikan daur hidupnya (Boyd, 1982).
Kualitas air adalah suatu keadaan dan sifat-sifat
fisik, kimia dan biologi suatu perairan yang dibandingkan dengan persyaratan
untuk keperluan tertentu, seperti kualitas air untuk air minum, pertanian dan
perikanan, rumah sakit, industri dan lain sebagainya. Sehingga menjadikan
persyaratan kualitas air berbeda-beda sesuai dengan peruntukannya. Beberapa aspek
penting yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan kualitas air: 1) Tingkat
pemanfaatan dari penggunaan air; 2) Faktor kualitas alami sebelum dimanfaatkan;
3) Faktor yang menyebabkan kualitas air bervariasi; 4) Perubahan kualitas air
secara alami; 5) Faktor-faktor khusus yang mempengaruhi kualitas air; 6)
Persyaratan kualitas air dalam penggunaan air; 7) Pengaruh perubahan dan
keefektifan kriteria kualitas air; 8) Perkembangan teknologi.
2.3 Pertumbuhan
Pertumbuhan merupakan parameter budidaya yang harus dicapai, karena
pertumbuhan akan menentukan nilai produksi yang diharapkan. Menurut Effendi
(1978) dalam Rudiyanti dan Ekasari
(2009), pertumbuhan dapat juga diartikan sebagai pertumbuhan bentuk ikan baik
panjang dan berat sesuai dengan pertambahan waktu.
Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan
Faktor penting yang mempengaruhi pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan
selain pakan adalah kualitas air terutama suhu. Karena suhu dapat mempengaruhi
pertumbuhan dan nafsu makan ikan. Suhu dapat mempengaruhi aktivitas penting
ikan seperti pernapasan, pertumbuhan dan reproduksi. Suhu yang tinggi dapat
mengurangi oksigen terlarut dan mempengaruhi selera makan ikan
2.4 Suhu
Di Indonesia, suhu udara rata-rata pada siang hari
di berbagai tempat berkisar antara 28,2 0C sampai 34,6 0C
dan pada malam hari suhu berkisar antara 12,8 0C sampai 30 0C.
Keadaan suhu tersebut tergantung pada ketinggian tempat dari atas permukaan
laut. Suhu air umumnya beberapa derajat lebih rendah dibanding suhu udara
disekitarnya. Secara umum, suhu air di perairan Indonesia sangat mendukung bagi
pengembangan budidaya perikanan (Cholik et.
al, 1986).
Menurut Effendi (2003), suhu merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam proses
metabolisme organisme di perairan. Perubahan suhu yang mendadak atau kejadian
suhu yang ekstrim akan mengganggu kehidupan organisme bahkan dapat menyebabkan
kematian. Suhu perairan dapat mengalami perubahan sesuai dengan musim, letak
lintang suatu wilayah, ketinggian dari permukaan laut, letak lintang tempat
terhadap garis edar matahari, waktu pengukuran dan kedalaman air. Suhu air
mempunyai peranan dalam mengatur kehidupan biota perairan, terutama dalam
proses metabolism.
Suhu dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan kelangsungan
organisme perairan. Berbagai jenis udang memiliki suhu optimal tertentu untuk
masing-masing spesiesnya suhu air hangat berkaitan dengan konsentrasi oksingen
dalam air dan laju konsumsi oksigen hewan air. Suhu air berbanding terbalik
dengan konsentrasi jenuh oksigen terlarut dan berbanding lurus dengan laju oksigen hewan air serta laju
kimia dalam air (Afriatna, 1998).
Ikan mempunyai suhu
optimum tertentu untuk selera makannya. Menurut Cholik et. al (1986)
bahwa kenaikan suhu perairan diikuti oleh derajat metabolisme dan kebutuhan
oksigen organisme akan naik pula, hal ini sesuai dengan hukum Van’t Hoff yang
menyatakan bahwa untuk setiap perubahan kimiawi, kecepatan reaksinya naik 2–3
kali lipat setiap kenaikan suhu sebesar 10°C. Djajasewaka dan Djajadireja
(1990) menyatakan bahwa suhu optimum untuk selera makan ikan adalah 25– 27OC.
Suhu optimum seperti ini akan dicapai pada pagi dan sore hari. Menurut Wardoyo
(1975) meskipun ikan dapat beraklimatisasi pada suhu yang relatif tinggi,
tetapi pada suatu derajat tertentu kenaikan suhu dapat menyebabkan kematian
ikan. Cholik et. al (1986) menyebutkan bahwa perubahan drastis suhu
sampai mencapai 5OC dapat menyebabkan stress pada ikan atau
membunuhnya.
Ikan mas dapat tumbuh cepat pada suhu lingkungan
berkisar antara 20-28 °C dan akan mengalami penurunan pertumbuhan bila suhu
lingkungan lebih rendah. Pertumbuhan akan menurun dengan cepat di bawah suhu
13°C dan akan berhenti makan apabila suhu berada di bawah 5 °C (Huet 1970 dalam Ariaty 1991).
Stratifikasi Suhu
Menurut Ruttner (1965) dalam Arfiati (2009), distribusi cahaya pada air tergenang juga akan makin berkurang
dengan bertambahnya kedalaman. Hal ini di sebabkan terbatasnya sinar matahari
yang relatif dalam, sehingga pada ekosistem air tergenang terbentuk lapisan
lapisan air yaitu: Epilimnion di bagian permukaan, Metalimnion di bagian tengah
(Thermoklin), dan Hipolimnion di bagian yang terdalam
Ketebalan lapisan-lapisan tersebut tergantung pada tingkat
kejernihan perairan. Makin jernih air, makin banyak cahaya yang dapat menembus
perairan, sehingga suhu air makin hangat dan lapisan hipolimnion makin tipis.
Jika wilayah perairan mendapat cahaya makin banyak, maka phytoplankton lebih
mudah melakukan fotosintesis karena wilayah fotik makin luas.
Suhu tertinggi pada ekosistem perairan tergenang akan di peroleh
di lapisan epilimnion karena lebih banyak menerima sinar matahari. Sehingga
viscositas air lebih kecil dan fotosintesis terjadi lebih banyak. Difusi dari
udara hanya terjadi di lapisan ini. Untuk peraitan selain di wilayah tropis,
lapisan epilimnion dapat membeku pada musim dingin. Karena suhu udara yang akan
mempengaruhi suhu permukaan air.
Lapisan metalimnion memiliki suhu missal dari 20o C di
lapisan epilimnion, pada bagian lebih dalam terukur 10o C. Batas
awal perbedaan suhu ini sebagai batas awal lapisan metalimnion. Lapisan ini
masih meneriima matahari sehingga phytoplankton masih dapat melakukan proses
fotosintesis. Viscositas air lebih tinggi daripada lapisan epilimnion, sehingga
terjadi difusi oksigen dari lapisan epilimnion.
Di bawah lapisan metalimnion akan ditemukan suhu air lebih kecil
dari 4o
C. Lapisan ini mengalami difusi oksigen dari lapisan metalimnion karena ada
perbedaan tekanan air oleh viscositas air. Tetapi karena terbatasnya oksigen di lapisan metalimnion, maka
difusi oksigen ini tidak terjadi. Hipolimnion merupakan bagian perairan gelap
yang tidak menerima cahaya matahari sehingga tidak ditemukan phytoplankton di
lapisan ini karena tidak dapat melakukan proses fotosintesis.
Lapisan- lapisan di perairan yang memiliki perbedaan suhu ini akan
mempengaruhi pertumbuhan pada ikan yang dibudidayakan. Selain perbedaan pada
tersedianya oksigen di perairan juga karena terbatasnya pakan alami berupa
plankton untuk ikan.
2.5 Perubahan Suhu Terhadap Pertumbuhan Ikan
Faktor penting yang mempengaruhi pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan
selain pakan adalah kualitas air terutama suhu. Karena suhu dapat mempengaruhi
pertumbuhan dan nafsu makan ikan. Suhu dapat mempengaruhi aktivitas penting
ikan seperti pernapasan, pertumbuhan dan reproduksi. Suhu yang tinggi dapat
mengurangi oksigen terlarut dan mempengaruhi selera makan ikan.
Suhu air normal adalah suhu air yang memungkinkan makhluk hidup dapat
melakukan metabolisme dan berkembangbiak. Suhu merupakan faktor fisik yang
sangat penting di air, karena bersama-sama dengan zat/unsur yang terkandung
didalamnya akan menentukan massa jenis air, dan bersama-sama dengan tekanan
dapat digunakan untuk menentukan densitas air. Selanjutnya, densitas air dapat
digunakan untuk menentukan kejenuhan air. Suhu air sangat bergantung pada
tempat dimana air tersebut berada. Kenaikan suhu air di badan air penerima,
saluran air, sungai, danau dan lain sebagainya akan menimbulkan akibat sebagai
berikut: 1) Jumlah oksigen terlarut di dalam air menurun; 2) Kecepatan reaksi
kimia meningkat; 3) Kehidupan ikan dan hewan air lainnya terganggu. Jika batas
suhu yang mematikan terlampaui, maka akan menyebabkan ikan dan hewan air
lainnya mati.
Suhu dapat mempengaruhi fotosintesa di laut baik secara langsung maupun
tidak langsung. Pengaruh secara langsung yakni suhu berperan untuk mengontrol
reaksi kimia enzimatik dalam proses fotosintesa. Tinggi suhu dapat menaikkan
laju maksimum fotosintesa, sedangkan pengaruh secara tidak langsung yakni dalam
merubah struktur hidrologi kolom perairan yang dapat mempengaruhi distribusi
fitoplankton.
Pengaruh suhu secara tidak langsung dapat menentukan stratifikasi massa
air, stratifikasi suhu di suatu perairan ditentukan oleh keadaan cuaca dan
sifat setiap perairan seperti pergantian pemanasan dan pengadukan, pemasukan
atau pengeluaran air, bentuk dan ukuran suatu perairan. Suhu air yang layak
untuk budidaya ikan laut adalah 27–32 oC. Kenaikan suhu perairan
juga menurunkan kelarutan oksigen dalam air, memberikan pengaruh langsung
terhadap aktivitas ikan disamping akan menaikkan daya racun suatu polutan
terhadap organisme perairan (Brown dan Gratzek, 1980). Selanjutnya Kinne (1972)
menyatakan bahwa suhu air berkisar antara 35 – 40 0C merupakan suhu
kritis bagi kehidupan organisme yang dapat menyebabkan kematian. Perbedaan suhu
air media dengan tubuh ikan akan menimbulkan gangguan metabolisme. Kondisi ini
dapat mengakibatkan sebagian besar energy yang tersimpan dalam tubuh ikan
digunakan untuk penyesuian diri terhadap lingkungan yang kurang mendukung
tersebut, sehingga dapat merusak sistem metabolisme atau pertukaran zat. Hal
ini dapat mengganggu pertumbuhan ikan karena gangguan sistem percernaan. Suhu air
mempunyai pengaruh besar terhadap pertukaran zat atau metabolisme mahkluk hidup
di perairan. Oleh karena itu peningkatan suhu lebih tinggi dapat menghambat
pertumbuhan dan menyebabkan tingginya mortalitas ikan (Asmawi, 1983)
Pengaruh suhu terhadap pertumbuhan ikan juga dipengaruhi oleh
intensitas cahaya matahari yang masuk ke dalam perairan, dan akan mempengaruhi
kadar oksigen terlarut dalam air atau yang biasa disebut dengan disolved oxygen (DO).
Temperatur juga sangat mempengaruhi laju
pertumbuhan dari organisma air. Laju pertumbuhan Gammarous fasciatus yang muda (Crustacea) misalnya, akan
berlangsung selama 3 minggu pada temperatur 15o C, sedangkan pada
temperatur 24o C berlangsung hanya dalam 1 minggu saja. Kenaikan
temperatur air dengan demikian akan berakibat pada percepatan masa perkembangan
hewan sampai 3 kali lipat, sesuai dengan hukum VAN’T HOFFS. Selain itu, temperatur juga mempengaruhi masa hidup
dari organisme air. Dari penelitian, terhadap Daphia magna, terbukti bahwa masa hidup hewan ini berkurang dari
110 hari pada temperatur 8o C menjadi 40 hari pada temperatur 18o
C, bahkan semakin berkurang menjadi 25 hari pada temperatur 25o C.
Selanjutya temperatur air memoengaruhi frenkuensi denyut jantung seperti
dibuktikan pada D. pulex. Pada
temperatur 9,5o C frekuensi denyut berkisar pamenda 170/menit dan
meningkat menjadi 250/menit pada temperatur 15,5o C (Meijering, 1972
dalam Barus, 2002).
2.6 Kelangsungan Hidup dan Pertumbuhan
Larva Ikan Mas
Kelangsungan hidup dinyatakan sebagai persentase jumlah ikan yang hidup
selama jangka waktu pemeliharaan dibagi dengan jumlah ikan yang ditebar dan
tingkat kelangsungan hidup merupakan kebalikan dari tingkat mortalitas. Data
kelangsungan hidup dan pertambahan panjang larva ikan mas berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh Kelabora (2010) selama tiga puluh hari dengan 4
perlakuan dapat dilihat pada Tabel dibawah ini .
Tabel 1: Kelangsungan
Hidup dan Pertambahan Panjang Larva Ikan Mas
Perlakuan
|
Pertambahan Panjang
|
Kelangsungan Hidup
|
Pertambahan
Panjang Ikan (cm)
|
||
Panjang hari ke-
|
Pengamatan hari ke-
|
||||
0
|
30
|
0
|
30
|
||
A
B
C
D
|
0.30
0.30
0.30
0.30
|
2.07
2.40
2.37
2.03
|
100
100
100
100
|
58,67
65,33
62,67
50,00
|
1,77
2,10
2,07
1,73
|
Keterangan: A= 26 oC B= 28 oC C= 30 oC D= 32 oC
Berdasarkan hasil pengamatan dan analisis data menunjukkan bahwa tingkat
kelangsungan hidup sangat dipengaruhi oleh suhu air. Berdasarkan hasil di atas,
berarti perlakuan B (suhu 28OC) merupakan suhu terbaik, karena
selain memberikan pertumbuhan berat dan panjang tertinggi juga memberikan
tingkat kelangsungan hidup tertinggi. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa
suhu media pemeliharaan memberikan tingkat pertambahan panjang terhadap larva
ikan mas, karena suhu erat dengan proses metabolisme sehingga pertumbuhan ikan
akan semakin cepat. Sesuai pendapat Cholik et. al (1986) bahwa kenaikan
suhu perairan diikuti oleh derajat metabolisme. Namun kenaikan suhu yang
semakin tinggi akan menurunkian pertumbuhan, karena selera makan ikan mempunyai
suhu yang optimal. Menurut Djajasewaka dan Djajadireja (1990) menyatakan bahwa
suhu optimum untuk selera makan ikan adalah 25–27°C.
Berdasarkan hasil penelitian dengan memperhatikan pertambahan panjang
larva ikan mas pada masingmasing perlakuan hingga pada akhir pengamatan, maka
dapat disimpulkan bahwa perlakuan B (suhu 28 oC) merupakan perlakuan yang tertinggi
pertumbuhannya dan merupakan suhu yang sesuai untuk larva ikan mas.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Pertumbuhan dapat
juga diartikan sebagai pertumbuhan bentuk ikan baik panjang dan berat sesuai
dengan pertambahan waktu, sedangkan kelangsungan hidup dinyatakan sebagai
persentase jumlah ikan yang hidup selama jangka waktu pemeliharaan dibagi
dengan jumlah ikan yang ditebar
2. Suhu dapat
mempengaruhi pernapasan, pertumbuhan serta reproduksi, suhu yang tinggi dapat
mengurangi oksigen terlarut dan mempengaruhi selera makan ikan.
3. Perubahan suhu dapat
merusak sistem metabolisme atau pertukaran zat, mengganggu sistem pencernaan
dan pertumbuhan ikan
4. Perubahan suhu yang
drastis dapat menyebabkan ikan stress dan menimbulkan kematian
5. Suhu 28 oC
merupakan suhu yang optimal untuk kelangsungan hidup dan pertumbuhan larva ikan
mas.
3.2 Saran
Untuk mendapatkan hasil yang baik dalam usaha pembenihan ikan maka perlu
diperhatikan kualitas lingkungan baik fisika maupun kimia. Selain itu, para pembudidaya
ikan perlu memperhatikan manajemen pemeliharaan ikan (kolam pemeliharaan maupun
pakan) dengan baik, karena hal ini sangat mempengaruhi kesehatan ikan. Selain
suhu, banyak faktor yang juga mempengaruhi kelangsungan hidup dan pertumbuhan
larva ikan. Disarankan juga diadakan penelitian lanjutan dengan jumlah ikan dan
jenis ikan yang lebih banyak agar bisa diperoleh data mengenai kisaran nilai
normal terhadap pengaruh perubahan suhu pada ikan.
DAFTAR PUSTAKA
Adliah, Nudiyal. 2011. Analisis Pendapatan Usaha
Pengolahan Ikan Mas (Cyprinus carpio)
Perspektif Laporan Keuangan (Studi Kasus pada Usaha Limbung Mas Indah,
Kelurahan Kalebajeng, Kecamatan Bajeng, Kabupaten Gowa). Skripsi. FIKP. Universitas Hasanuddin.
Afriatna, Eddy dan Eviliawaty. 1998. Beberapa Metode Budidaya Ikan. Kanisius: Yogyakarta.
Arfiati, Diana. 2009. Strategi Peningkatan Kualitas Sumberdaya pada Ekosistem Perairan Tawar.
FPIK- Universitas Brawijaya : Malang
Ariaty L. 1991. Morfologi
Darah Ikan Mas (Cyprinus carpio),
Nila Merah (Orechromis sp) dan
Lele Dumbo (Clarias gariepinus)
dari Sukabumi. Skripsi. Bogor:
Fakultas Perikanan IPB.
Asmawi, S. 1983. Pemeliharaan Ikan Dalam Karamba. Gramedia: Jakarta
Barus,
Ternala Alexander. 2002. Pengantar
Limnologi. Kanisius: Yogyakarta
Boyd, C.E., 1982. Water
Quality in Warm water Fish Ponds. Auburn. University. Alabama. USA.
Cholik. F., Artati dan
R.Arifudin., 1986. Pengelolaan Kualitas
Air Kolam. INFIS Manual seri nomor 26. Dirjen Perikanan. Jakarta. 52 hal.
Djajasewaka dan Djajadiredja R. 1990.
Budidaya Ikan di Indonesia. Cara Pengembangannya.
Badan Litbang Pertanian. Lembaga Penelitian Perikanan Darat. Jakarta. 48 hal.
Effendie. 2003. Telaah Kualitas
Air Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan Perairan. Kanisius.
Jogjakarta
Kelabora, Dominggas M. 2010. Pengaruh
Suhu Terhadap Kelangsungan Hidup dan Pertumbuhan Larva Ikan Mas (cyprinus carpio). Jurnal Perikanan Terubuk. Vol 38 No.1. ISSN
0126-6265
Minggawati, Infa. 2006. Pengaruh Padat Penebaran
yang Berbeda Terhadap Pertumbuhan Ikan Nila Gift (Oreochromis sp) yang Dipelihara dalam Baskom Plastic Effect of Different Density of the GIFT
Tilapia (Oreochromis sp) that Reared in Plastic Buckets on Its Growth Rate. Journal
of Tropical Fisheries 1(2): 119-125
Mones, R. Adelbert. 2008. Gambaran
Darah Pada Ikan Mas (Cyprinus Carpio Linn) Strain Majalaya Yang Berasal Dari
Daerah Ciampea Bogor. Skripsi. FKH. IPB: Bogor
Rudiyanti, Siti. Astri Diana
Ekasari. 2009. Pertumbuhan Dan Survival Rate Ikan Mas (Cyprinus Carpio Linn) Pada Berbagai
Konsentrasi Pestisida Regent 0,3 G. Jurnal Saintek
Perikanan. Vol. 5 No.1:39-47
Saanin. H., 1994. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan.
Jilid IV. Bina Cipta. Bandung. 256 hal.
Sudirman, H dan M. Yusri Karim.
2008. Ikan Kerapu (Biologi Eksploitasi Manajemen
dan Budidayanya). Yasrif Watampone. Jakarta.
boleh minta data lengkap pengamatannya kak? buat referensi
ReplyDeletePUSAT SARANA BIOTEKNOLOGI AGRO
ReplyDeletemenyediakan ovaprim untuk keperluan penelitian, laboratorium, mandiri, perusahaan .. hub 081805185805 / 0341-343111 atau kunjungi kami di https://www TOKOPEDIA.com/indobiotech temukan juga berbagai kebutuhan anda lainnya seputar bioteknologi agro